Sabtu, 04 September 2010

Kehamilan

Kehamilan
Pengertian Gravida

Gravida adalah seorang wanita yang sedang atau pernah hamil, apapun hasil akhir kehamilannya. Dengan terjadinya kehamilan pertama, maka ia menjadi seorang primigravida, dan dengan kehamilan berikutnya seorang multigravida.

Pengertian Ibu Hamil
Adalah bila seorang ibu hamil mengandung sel telur yang telah dibuahi atau dihamilkan oleh sperma (Ibrahim S, Cristina, 1996).
Kehamilan merupakan pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa). (Ronald H, Sitorus, 1996).
Lamanya kehamilan kira-kira 280 hari atau 40 minggu. Menurut usia kehamilan, kehamilan dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama (0-14 minggu), kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) dan kehamilan trimester ketiga (28-42 minggu). (Mansjoer, 2001)

Tanda-Tanda Kehamilan
a. Amenore (tidak haid)
b. Mual muntah pada pagi hari (morning sickness)
c. Pica (mengidam)
d. Konstipasi dan obstipasi
e. Sering kencing
f. Pingsan dan mudah lelah bila berada di tempat yang ramai
g. Anoreksia (tidak nafsu makan)
h. Pigmentasi kulit di pipi, hidung dan dahi
i. Payudara tegang, sedikit nyeri.
j. Epulis (hipertrofi papilla ginggivae)
k. Varises
l. Tanda hegar
m. Tanda chadwick
n. Tanda piscaseck
o. Tanda braxton hicks
p. Suhu basal sesudah ovulasi tetap tinggi
q. Adanya Human Chorionic Gonadotropin pada urin.

Tanda Pasti Kehamilan
a. Dapat diraba dan ada bagian-bagian janin
b. Terdengar bunyi jantung janin
c. Dapat dirasakan gerakan janin dan ballottement
d. Pada sinar rontgen tampak kerangka janin
e. Pada ultrasonografi dapat dideteksi adanya janin

Diferensial Diagnosis Kehamilan
a. Pseudosiesis, terdapat amenorea, perut membesar, tetapi tanda-tanda kehamilan lain dan reaksi kehamilan negatif.
b. Kistoma Ovarii, mungkin ada amenorea, perut penderita makin besar, tetapi uterusnya sebesar biasa.
c. Mioma Uteri, dapat terjadi amenorea, perut penderita makin besar, uterusnya makin besar akan tetapi tanda-tanda kehamilan negatif.
d. Vesika urinaria dengan retensio urine.
e. Menopause. (Wiknjosastro, 2006)

Tempat Pelayanan Imunisasi

Tempat Pelayanan Imunisasi
Pelayanan imunisasi dapat dilaksanakandi beberapa tempat, antara lain:
a. Pelayanan imunisasi di komponen statis (Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu, Rumah Sakit dan Rumah Bersalin)
b. Pelayanan imunisasi dapat juga diselenggarakan oleh swasta seperti:
- Rumah sakit swasta
- Dokter praktek atau Bidan praktek
Indikator keberhasilan pelayanan imunisasi dasar bayi.

Jenis, Imunisasi Target, Indikator
BCG 95%, hasil cakupan imunisasi BCG merupakan indicator besarnya jangkauan pelayanan program imunisasi.
Polio 1-4 95%
DPT 1-3 95%, hasil cakupan imunisasi DPT 1 merupakan indicator besarnya jangkauan pelayanan program imunisasi.
HB 1-3 95%
Campak 95%, Hasil cakupan imunisasi campak merupakan indicator besarnya jangkauan pelayanan program imunisasi.
(Sumber: Buku Pedoman Petugas Imunisasi Puskesmas).

Kelengkapan Imunisasi Dasar

Kelengkapan Imunisasi Dasar
Kelengkapan imunisasi dasar atau Universal Child Immunization yang selanjutnya disebut UCI adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi. Bayi adalah anak di bawah umur satu tahun. (Dinkes Prop. Jateng, 2005)
Depkes menganjurkan agar semua anak sebelum berusia satu tahun telah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT, empat kali imunisasi polio dan satu kali imunisasi campak. (Cahyono, 2005)

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Dapat kita lihat di bawah ini, jadwal pemberian imunisasi dasar
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Umur Vaksin Tempat
Bayi lahir dirumah
0 bulan HB uniject Rumah/RB/RS
1 bulan BCG, Polio I Posyandu
2 bulan DPT-HB I, Polio 2 Posyandu
3 bulan DPT-HB2, polio 3 Posyandu
4 bulan DPT-HB3, polio 4 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu

Tabel 2.2 Frekuensi dan selang waktu pemberian imunisasi.

Vaksin Pemberian
Imunisasi Selang waktu
Pemberian (min) Umur Keterangan
BCG 1x - 0-11 bulan
DPT 3x
(DPT1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan
Polio 4x
(Polio 1,2,3,4) 4 minggu 0-11 bulan
Campak 1x - 9-11 bulan
HB 3x
(HB,1,2,3,) 4 minggu 0-11 bulan Untuk bayi lahir di RS/Pusk., oleh nakes imunisasi HB segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran, vaksin BCG dan poli diberikan sebelum bayi pulang ke rumah.
Sumber dari Depkes RI
Tabel 2.3 Cara Pemberian Imunisasi

vaksin Dosis Cara pemberian
BCG 0,05cc Suntikan intra cutan tepatnya di insertion muskulus deltoideus kanan
DPT 0,5 cc Suntikan intra muskuler/ subkutan dalam
Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut
campak 0,5 cc Suntikan subkutan basanya dilengan kiri bagian atas
HB 0,5 cc Suntikan intramuskuler pada paha bagian luar.
Sumber: Depkes RI

Jenis Imunisasi Dasar

Jenis Imunisasi Dasar
a. Hepatitis B
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Imunisasi ini diberikan sedini mungkin segera setelah bayi lahir. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, dan lima bulan antara suntikan 2 dan 3. imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar.
Pada anak vaksin diberikan secara intramuskular di daerah pangkal lengan atas (m. deltoid), sedangkan pada bayi di daerah paha.
Pada bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif diberikan 5 mcg vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived. Dosis kedua diberikan saat berumur 1-2 bulan dan ketiga umur 6 bulan. Pada bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif diberikan 0,5 ml Hepatitis B Immune Globulin (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived yang disuntikkan pada sisi yang berlainan. Dosis kedua diberikan saat berumur 1-2 bulan dan ketiga umur 6 bulan. Pada bayi lahir dari ibu dengan HBsAg yang tidak diketahui diberikan 0,5 ml vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived. Dosis kedua diberikan saat berumur 1-2 bulan dan ketiga umur 6 bulan. Imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg.
Vaksin disimpan dalam lemari es suhu 2-80C, tetapi tidak sampai beku. Kontraindikasinya anak yang sakit berat. Vaksin dapat diberikan pada ibu hamil. Efek samping berupa efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran cerna) yang akan hilang dalam beberapa hari.

b. BCG
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati atau selaput otak (yang terberat). (infeksi.com, 2007)
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum umur 2 bulan (Depkes RI : 0-12 bulan). BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntik intrakutan di daerah insersio m. deltoideus dengan dosis untuk bayi < 1 tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat diberikan suntikan di paha kanan atas. Kemasan yang dibuat Biofarma berupa ampul 80 dosis bayi dan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Kandungan vaksin terdiri dari bakteri hidup yang dilemahkan dari biakan Basillus Calmette Guerrin 50.000-1 juta partikel per dosis. Secara fisik berupa vaksin beku kering tahan beku, stabilitas terhadap panas sedang. Setelah dilarutkan mudah rusak bila kena panas atau kena sinar matahari. Vaksin disimpan dalam lemari es suhu 2-80C dengan masa kadaluarsa 1 tahun dan harus terlindungi dari sinar matahari langsung atau tidak langsung. Setelah vaksin dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam.
Kontra indikasinya, pasien dengan imunokompromis (leukemia, pengobatan steroid jangka panjang, dan infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi :
- Reaksi lokal yang terjadi 1-2 minggu setelah penyuntikan berupa indurasi dan eritema di tempat suntikan yang berubah menjadi pustul kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
- Reaksi regional berupa pembesaran kelenjar aksila atau servikal, konsistensi padat, tidak nyeri tekan, tidak disertai demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa abses di tempat suntikan karena suntikan terlalu dalam (subkutan). Abses bersifat tenang (cold abcess) dan akan menyembuh spontan. Bila abses telah matang (merah, fluktuasi, dan kulit tipis) sebaiknya dilakukan aspirasi dan jangan diinsisi. Komplikasi lain adalah limfadenitis supurative yang terjadi pada suntikan yang terlalu dalam atau dosis terlalu tinggi. Proses ini bersifat tenang dan akan menyembuh dalam waktu 2-6 bulan. Bila proses ini telah matang dilakukan aspirasi dan jangan diinsisi.

c. Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. (infeksi.com, 2007)
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Imunisasi dasar vaksin polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio IV, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun)
Ada 2 jenis vaksin polio, yaitu vaksin Salk (berisi virus polio yang telah dimatikan dan diberikan secara suntik) dan vaksin Sabin (berisi vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan, di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diteteskan 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kemasannya yang dibuat oleh Pasteur-Merieux Serums and Vaccins, perancis untuk Biofarma bandung berupa falkon 10 dosis dan 1 pipet. Kandungan vaksin ini terdiri dari virus polio tipe 1, 2 dan 3 hidup yang dilemahkan, asam amino, antibiotik dan calf serum yang distabilkan dengan magnesium klorida dan fenol merah sebagai indicator. Secara fisik berupa cairan kemerahan jernih yang cepat sekali rusak bila terkena panas atau cahaya matahari. Vaksin disimpan dalam lemari es suhu 2-80C (masa kadaluarsa 1 tahun) atau dalam freezer suhu -20 sampai -250C (masa kadaluarsa 2 tahun).
Kontraindikasinya diare berat, defisiensi imun (karena obat imunosupresan: kemoterapi, kortikosteroid), dan kehamilan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. (Depkes, 2005)

d. DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
Penyakit difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel (tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara (batuk/bersin) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk seratus hari adalah penyakit infeksi saluran napas yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi melalui udara (batuk/bersin).
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trrismus atau kejang mulut) bersamaaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang.
Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi, narkoba maupun frostbite (gigitan binatang). Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ke tujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. (infeksi.com, 2007)
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit difteria, pertusis dan tetanus dalam waktu yang bersamaan. Imunisasi dasar vaksin DPT diberikan setelah berusia 2 bulan sebanyak 3 kali (DPT I, II, dan III) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi DPT III, kemudian saat masuk sekolah (5-6) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun). Menurut program pemerintah (PPI) vaksinasi ulangan dilakukan dengan memberikan DT di kelas 1 SD dilanjutkan dengan TT di kelas 2 dan 3 SD. Vaksin disuntikkan intramuscular di bagian anterolateral paha sebanyak 0,5 ml.
Kemasan yang dibuat Biofarma berupa flakon 5 ml, 10 dosis. Kandungan vaksin terdiri dari 40 Lf toksoid difteri, 15 Lf toksoid tetanus, 24 (OU) Bordetella pertusis (mati) diserapkan ke dalam alumunium fosfat dan mertiolat. Secara fisik berupa cairan tidak berwarna, berkabut dengan sedikit endapan putih, yang rusak bila beku, terkena panas, atau sinar matahari langsung. Vaksin disimpan dalam lemari es suhu 2-80C dengan masa kadaluarsa 2 tahun.
Kontraindikasinya usia di atas 7 tahun, demam (>380C), sakit berat (terutama kelainan neurologis), riwayat reaksi berat terhadap pemberian DPT sebelumnya berupa syok, kejang, penurunan kesadaran, atau gejala neurologis lainnya. Bila anak berusia lebih dari 7 tahun dapat diberi imunisasi DT. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, nyeri, bengkak lokal, abses steril, syok, kejang. Bila terjadi demam dan nyeri pada tempat suntikan dapat diberi analgetik-antipiretik. Bila terdapat reaksi berlebihan maka imunisasi berikutnya diberikan DT.

e. Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang bernama Virus Campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanent (menetap). (infeksi.com, 2007)
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi campak dianjurkan diberikan satu dosis pada umur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulang 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntik subkutan dalam sebanyak 0,5 ml. kemasannya yang dibuat Biofarma berupa flakon 10 dosis dan pelarut aquabides 5 ml. kandungan vaksin yang sudah dilarutkan terdiri dari virus campak tidak kurang dari 5.000 TCID50 atau PFU, kanamisin sulfat tidak lebih dari 100 mcg, dan eritromisin tidak lebih dari 30 mcg. Secara fisik vaksin yang beku kering, sedangkan setelah dilarutkan tidak tahan panas (suhu 2-80C) sehingga harus selalu tersimpan dalam pendingin serta harus dipakai dalam waktu 8 jam. Vaksin harus disimpan dalam suhu 2-80C (masa kadaluarsa 2 tahun), untuk penyimpanan jangka panjang disimpan dalam suhu -200C dan dihindarkan dari sinar matahari serta pelarutnya disimpan dalam tempat yang sejuk.
Kontraindikasinya infeksi akut disertai demam lebih dari 380C, defisiensi imunologis, pengobatan dengan imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin, dan wanita hamil. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis, dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang). (Mansjoer, 2001)

PD3I

Jenis Penyakit yang dapat di cegah dengan Imunisasi
a. Jenis jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis meningocokus, Haemopilus influenzae tipe b, kolera, Rabies, Japanese encephalitis, tifus abdominalis, Rubella, Varicella, Pneumoni pneumokokus, Yellow fever, Shingellosis, Parotitis epidemica
b. Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi adalah Tuberclosis, Difteri, Pertusis, Polio, Campak, Tetanus, dan Hepatitis B.
c. Jenis-jenis penyakit laiinya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi akan ditetapkan tersendiri. (Dinkes Prop. Jawa Tengah, 2005)

Manfaat Imunisasi

Manfaat Imunisasi
a. Untuk anak dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga dapat menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara dapat memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.

Tujuan Imunisasi

Tujuan Imunisasi
Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).(Depkes, 2005)
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. (infeksi.com, 2007)
Tujuan Khusus
- Tercapainya target Universal Child Imunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 85 % secara merata pada bayi di 100% desa / kelurahan pada tahun 2010.
- Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005, serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008
- Tecapainya reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2005 (Dinkes Jateng, 2005)

Pengertian Imunisasi

Imunisasi
Pengertian
Imunisasi adalah adalah suatu cara untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang secara efektif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.
Imunisasi adalah suatu cara yang dengan sengaja memberikan imunitas pada seseorang, sehingga walaupun terserang penyakit tidak akan menyebabkan kematian atau kecacatan dan untuk mendapatkan imunitas seseorang memerlukan kontak dengan antigen atau vaksin. (Widjaya, 2002)
Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman (bakteri, virus atau riketsia), atau racun kuman (toxoid) yang telah dilemahkan atau dimatikan dan akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.